Pasang Surut #7: Gadis Kretek, Ratih Kumala

Published by on

Pasang Surut #7: Gadis Kretek di Antara Dua Wahana

Pasang Surut kali itu kami adakan malam hari. Dan oleh suatu kesepakatan, maka mulai vol. 7, Pasang Surut akan selalu diselenggarakan malam hari. Lulu dan Zaki butuh waktu dari Gowa ke Riwanua karena jarak yang lumayan jauh dan kemacetan yang kerap terjadi di sore hari.

Pasang Surut kali itu diikuti cukup banyak orang: Uul, Neriah, Besse, Unu, Lulu, Zaki, Rahma, Megu, Aqram, Andan, dan Fathul.

Beberapa di antara kami telah membaca dan menonton buku maupun series Netflix Gadis Kretek. Namun, sebagian lain baru membaca bukunya, sedangkan sebagian lain hanya menonton filmnya.

Lulu dan Unu sebagai orang yang telah membaca dan menonton Gadis Kretek punya kritik yang mendalam tentang alih wahana yang dilakukan Kamila Andini terhadap novel karya Ratih Kumala. Kata mereka, dalam novel, tokoh Raja lebih bajingan dari yang ada dalam series sebab ia bahkan tidak sempat meminta maaf pada keluarga Dasiyah.

Karakter Dasiyah alias Jeng Yah dalam novel pun lebih kuat ketimbang dalam series. Ratih Kumala mampu membuat karakter Jeng Yah memiliki kemandirian yang bersesuaian dengan zaman itu, ketika serikat-serikat perempuan tumbuh subur dan memiliki posisi politik yang cukup baik. Ayahnya sangat percaya akan kemampuan racikan dan pendapat-pendapat Jeng Yah.

Sementara dalam series, Jeng Yah digambarkan sangat pendiam. Ketimbang sebagai seorang perempuan yang memiliki kemampuan memimpin orang banyak seperti dalam novel, Kamila Andini justru membuat tokoh utama ini jadi semacam seorang perempuan ‘bossy’ yang bingung dan tak berdaya  di hadapan patriarki.

Sikap tubuh Dian Sastro saat memerankan Jeng Yah juga terkesan menambah kesan itu: seorang Perempuan kaku yang punya keinginan terpendam, namun menganggap dirinya bagai pungguk merindukan bulan.

Dian Sastro membuat tokoh Jeng Yah juga lebih kuat dalam diam dan kesendiriannya ketimbang dalam keaktifannya memimpin perusahaan dengan semangat dan gagasan yang meluap-luap.

Aneh saja ketika Kamila Andini, ketimbang mengampanyekan ide-ide kebebasan perempuan melalui kekuatan karakter seorang tokoh perempuan, ia malah memilih memperkenalkannya dengan membuat Jeng Yah melakukan seks di luar nikah dengan Raja sembari diiringi lagu ‘Sepasang Kekasih yang Pertama Bercinta di Luar Angkasa’ dari Frau.

Adakah ide-ide feminis harus selalu lebih seru dikampanyekan dengan gambaran-gambaran semacam itu?

Adegan itu, bagi Megu sangat tidak penting. Alur cerita masih dapat dipahami secara utuh bahkan tanpa menampilkan adegan tersebut.

Terlepas dari keanehan ini, perlakuan Kamila Andini pada tokoh Raja dalam series sangat menarik perhatian.

Sang sutradara mampu menghancurkan maskulinitas Raja sebagai sosok laki-laki cerdas. Raja ragu ketika Jeng Yah mengajaknya menikah dan meninggalkan Purwanti. Tetapi kala itu Raja hanya terdiam dan pasrah terhadap keadaan dirinya yang sudah terlanjut kaya.

Fathul, sebagai seorang peserta laki-laki Pasang Surut kali itu, bilang kalau ia ingin memaki kelemahan Raja di saat-saat vital semacam itu. Baginya, dalam adegan itu dan keadaan pelik yang terjadi setelahnya, Kamila Andini sedang menjungkirbalikkan posisi laki-laki dan membela sosok perempuan yang sering digambarkan takluk pada keadaan dalam film-film lain.

Fathul menyebut ‘Tenggelamnya Kapal Van der Wijck’ sebagai contoh. Dalam film itu, Hayati dibuat lemah di mata penonton karena ia bilang kalau Zainuddin kejam setelah semua yang terjadi akibat ketidakmampuannya menghadapi keadaan ketika dipaksa menikah. Kutipan adegan ketika Zainuddin membentak Hayati, “Begitulah perempuan!” masih selalu dihadirkan untuk melegitimasi keperkasaan laki-laki terhadap keadaan. Namun, ketika Raja -yang merupakan seorang laki-laki dihadapkan keadaan serupa, ia toh pada akhirnya mengambil jalan yang sama dengan Hayati.

Secara naratif, menurut Lulu dan Unu, novel Gadis Kretek sangat perlu dibaca. Betapa kadang konteks politik yang luas dapat mempengaruhi takdir cinta sepasang kekasih.

Sedangkan secara sinematografis, pemilihan tone warna dan cara pemainnya berakting patut membuat series ini jadi salah satu series yang sukses menghadirkan nuansa masa lalu ke layar kaca.